METODE JUST IN TIME

METODE JUST IN TIME



Sebagian masyarakat menganggap bahwa perusahaan yang menerapkan prinsip just-intime adalah perusahaan yang tidak menyelenggarakan persediaan atau persediaan sama dengan nol. Pendapat ini tidaklah salah, tetapi belum lengkap. Persediaan sama dengan atau mendekati nol ini adalah salah satu akibat dari diterapkannya model just-in-time pada perusahaan tersebut. Perusahaan yang tidak mempunyai persediaan bukan selalu berarti bahwa perusahaan tersebut telah menerapkan model just-in-time, tetapi ada kemungkinan bahwa perusahaan memang sedang kehabisan persediaan. Dengan kata lain, perusahaan yang menerapkan model just-in-time akan mempunyai persediaan sama dengan (mendekati) nol, tetapi persediaan yang persediaannya sama dengan nol pada saat tertentu belum tentu telah menerapkan model ini.
Prinsip dari just-in-time adalah menghilangkan segala macam afval yang terjadi di dalam perusahaan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah yang dimaksud dengan afval sehingga perlu dihilangkan keberadaannya di dalam perusahaan? Dari pengertian umum sehari-hari yang dimaksud dengan afval adalah sisa bahan atau barang dalam proses yang tidak dapat dimanfaatkan untuk tujuan apapun sehingga akhirnya menjadi sampah dan harus dibuang. Dalam hubungannya denganjust-in-time, pengertian afval tidak hanya sebatas itu saja. Afval adalah segala macam apapun (bukan hanya sisa bahan atau barang dalam proses yang tidak bermanfaat) yang tidak menimbulkan nilai tambah. Oleh karena itu, dalam just-in-time sering pula disebut dengan memaksimumkan nilai dan meminimumkan afval. Apapun bentuk dan wujudnya, selama hal itu tidak menimbulkan nilai tambah bagi perusahaan tersebut maka hal tersebut adalah afval. Dengan demikian, yang bernama afval ini bisa terlihat dalam berbagai bentuk dan tidak hanya berwujud sebagai persediaan saja. Adapun berbagai macam contoh afval dalam hal ini antara lain adalah hal-hal berikut ini.

PENUNDAAN

Ketidaksiapan suku cadang ataupun bagian yang diperlukan dalam suatu proses juga menjadi faktor penyebab terjadinya penundaan proses produksi. Apapun penyebabnya namun yang jelas penundaan ini akan menambah waktu proses, yang berarti juga menambah biaya proses produksi, tanpa memberikan nilai. Karena adanya tambahan biaya produksi tanpa adanya penambahan nilai produk maka penundaan proses produksi ini juga termasuk sebagai afval.
Penundaan proses ini bisa terjadi karena berbagai macam hal. Namun demikian, secara umum dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu faktor teknikal dan faktor manajerial. Penundaan proses karena faktor teknikal adalah tertundanya proses produksi karena hal-hal yang bersifat teknikal. Kerusakan mesin, keterlambatan bahan, kurangnya kemampuan para karyawan langsung, kurangnya peralatan yang digunakan, dan lain sebagainya adalah merupakan faktor-faktor teknikal. Sedangkan keterlambatan keputusan, panjangnya prosedur administratif yang harus ditempuh, kurangnya disiplin kerja karyawan, kurangnya motivasi dan gairah kerja karyawan adalah contoh-contoh terjadinya penundaan proses karena faktor-faktor manajerial. Sebenarnya di dalam kenyataan kedua macam faktor ini saling terkait dan saling mempengaruhi sehingga agak susah untuk memisahkan di antara keduanya. Sebagai contoh misalnya mesin dan peralatan produksi yang tidak terawat dan kemudian rusak akan menghambat proses produksi. Selintas penundaan terjadi karena faktor teknikal, yaitu kerusakan mesin, namun ternyata sebenarnya kerusakan mesin ini akibat dari prosedur perawatan yang tidak benar dan masalah prosedur ini merupakan faktor manajerial. Contoh yang lain misalnya kurangnya kemampuan teknis para karyawan langsung merupakan faktor teknikal, namun jika ditelusuri lebih jauh bisa jadi para karyawan perusahaan kurang memiliki kemampuan yang cukup karena persyaratan karyawan yang diberikan oleh perusahaan terlalu rendah dibandingkan dengan standar yang benar. Perusahaan memberlakukan persyaratan yang lebih rendah karena perusahaan hanya mampu memberikan kompensasi dalam jumlah yang lebih kecil dari pada perusahaan yang lain. Keputusan pemberian kompensasi ini sebenarnya adalah merupakan masalah manajerial dan bukan masalah teknikal.

PEMROSESAN TIDAK EFISIEN

Dalam pelaksanaan proses produksi masalah efisiensi selalu menjadi masalah yang cukup penting. Efisiensi diartikan sebagai perbandingan antara input-output yang sebaik-baiknya. Jika seseorang dapat membuat baju dengan bahan tekstil sepanjang 150 cm maka orang lain yang membuat baju yang sama dengan bahan tekstil yang sama namun memerlukan 200 cm disebut tidak efisien. Jika untuk membuat produk tertentu bisa dilakukan dengan jumlah biaya lima ribu rupiah per unit maka orang lain yang membuat produk yang sama dengan biaya tujuh ribu rupiah per unit disebut tidak efisien. Tentu saja untuk mengatakan suatu proses sudah cukup efisien ataukah tidak diperlukan pembanding yang objektif. Kalau ternyata tidak
diperoleh atau tidak ada pembanding yang objektif maka suatu perusahaan dapat membandingkannya kinerja yang ada di perusahaannya dengan rata-rata industri pada perusahaan tersebut.
Penurunan efisiensi tentu saja mengakibatkan terjadinya penurunan produktivitas perusahaan. Dengan efisiensi yang rendah maka perusahaan akan memerlukan biaya yang lebih tinggi untuk memperoleh hasil tertentu. Bisa jadi perusahaan dapat menekan biaya sampai dengan jumlah tertentu, namun hasil yang diperoleh lebih rendah. Dengan efisiensi yang rendah tetap saja perbandingan antara input dan output-nya menjadi tidak ideal. Input bertambah besar untuk menghasilkan output yang sama, atau input-nya sama tetapi output-nya menjadi lebih rendah. Akibatnya sudah jelas, yaitu perusahaan memerlukan biaya lebih besar tanpa adanya tambahan nilai yang diperoleh dengan tambahan biaya tersebut. Tentu saja ini juga termasuk
bagian dari afval yang harus dihilangkan di dalam perusahaan.
Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan efisiensi sehubungan dengan pelaksanaan proses produksi di dalam sebuah perusahaan. Pekerjaan yang dikerjakan oleh karyawan yang bukan bidangnya, penggunaan kapasitas yang berada di bawah kapasitas normal, tidak terdapatnya keseimbangan lini, dan lain sebagainya merupakan
beberapa contoh dari terjadinya penurunan efisiensi pelaksanaan proses produksi di dalam perusahaan.

KEGIATAN ATAU GERAKAN TAK PERLU

Kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi telah dirancang dengan baik dan dituangkan dalam urutan dan penjadwalan proses. Urutan secara keseluruhan telah dituangkan dalam master route sheet sedangkan penjadwalan pelaksanaan proses secara keseluruhan tertuang dalam master schedule. Urutan proses secara keseluruhan akan diperinci menjadi urutan yang rinci untuk masing-masing bagian proses. Demikian pula halnya dengan penjadwalan proses, di sini juga dibuat jadwal yang rinci. Dengan demikian, apabila para karyawan mengikuti apa yang telah tertulis dalam pedoman proses maka proses akan berjalan dengan lancar. Walaupun untuk kepentingan proses produksi ini perusahaan telah menyusun master route sheet dan master schedule, temyata dalam pelaksanaan proses produksi yang ada keadaannya kadang-kadang menjadi berbeda. Berbagai hal bisa saja terjadi. Hal yang sering terjadi adalah para karyawan melakukan aktivitas yang seharusnya tidak diperlukan di dalam kaitannya dengan proses produksi. Aktivitas-aktivitas ini biasanya dilakukan secara spontan karena merupakan kebiasaan dari para karyawan, walaupun sebenarnya tidak diperlukan dalam proses. Beberapa contoh di antaranya adalah berbincang dengan ternan sekerja pada saat seharusnya karyawan berkonsentrasi penuh untuk menyelesaikan pekerjaannya. Demikian asyiknya perbincangan yang dilakukan sehingga kadang-kadang justru pekerjaan yang seharusnya diselesaikannya menjadi terbengkalai. Gerakan-gerakan yang tidak perlu juga sering dilakukan oleh para karyawan. Misalnya operator mesin cetak yang menggunakan mesin cetak otomatis masih menghitung hasil cetak mesin tersebut walaupun mesin telah dilengkapi dengan numerical control sebagai alat kendali numerik. Hal-hal semacam ini tentu
saja akan menambah waktu proses tanpa menimbulkan tambahan nilai, sehingga termasuk dalam kategori afval yang harus dihilangkan dari dalam perusahaan.

TRANSPORTASI BERLEBIHAN

Setiap proses produksi pasti memerlukan transportasi baik untuk bahan atau input, barang dalam proses, maupun barang jadi. Ada dua macam kategori transportasi sehubungan dengan proses produksi dalam perusahaan. Pertama adalah transportasi internal, yaitu perpindahan material, barang dalam proses, atau barang jadi di dalam lingkungan pabrik. Sedangkan yang kedua adalah transportasi ekstemal, yaitu perpindahan material, barang dalam proses, maupun barang jadi yang dilakukan di luar gedung pabrik. Proses transportasi ini sedikit atau banyak tentu saja memerlukan waktu dan akan menambah waktu dan biaya dan tentu saja akan menambah waktu dan biaya proses produksi secara keseluruhan.
Transportasi internal menjadi berlebihan manakala proses produksi tidak didukung dengan pengaturan letak fasilitas produksi yang benar. Aliran bahan, barang dalam proses, dan barang jadi sebenarnya dapat dipersingkat dengan melakukan penataan layout yang benar dan sesuai dengan proses produksi yang dilaksanakan. Sebagai contoh misalnya, untuk proses produksi dengan tipe proses terus-menerus atau kontinu, aliran bahan dan barang dalam proses akan mengikuti aliran proses. Dengan demikian, penataan mesin dan fasilitas produksi disesuaikan dengan urutan proses menjadi sangat penting untuk menghilangkan transportasi berlebihan ini. Demikian pula dengan peletakan gudang bahan baku yang seharusnya berdekatan dengan letak mesin pertama yang memerlukan bahan tersebut. Peletakan yang berjauhan di antara keduanya lagi-lagi akan menambah adanya transportasi berlebihan. Transportasi sejauh itu seharusnya tidak perlu terjadi jika penataan letak fasilitas produksi dilakukan dengan baik. Penambahan transportasi ini tentu saja tidak memberikan tambahan nilai bagi perusahaan sehingga termasuk dalam kategori afval yang harus dihilangkan.
Di samping transportasi internal, transportasi eksternal juga merupakan faktor yang sering menjadi penyebab terjadinya transportasi berlebihan. Jauhnya sentra produksi dengan sentra material menyebabkan terjadinya transportasi berlebihan ini. Material mau tidak mau harus diangkut dari tempat-tempat yang jauh sehingga memerlukan biaya transportasi yang tidak kecil. Jika material ini memang merupakan sumber daya alam yang menempati tempat tertentu maka hal tersebut memang tidak dapat dihindarkan. Tetapi, untuk material yang juga merupakan output dari industry yang lain, sebenarnya dapat dilakukan dengan pengaturan sentra produksinya. Misalnya saja perusahaan pemintalan yang menghasilkan benang dan digunakan untuk bahan baku tekstil. Demikian pula tekstil yang digunakan sebagai bahan baku garmen. Jika sentra pabrik pemintalan, pabrik tekstil dan pabrik garmen berjauhan maka terjadi kondisi transportasi yang berlebihan. Tambahan biaya transportasi ekstemal yang tidak memberikan tambahan nilai produk perusahaan ini tentu saja juga masuk dalam kategori afval yang harus dihilangkan di dalam perusahaan. Hal ini menjadi berbeda apabila ketiga macam sentra tersebut berdekatan, biaya transportasi dapat dihemat dan sebagai hasilnya harga produk akhir (garmen) dapat menjadi lebih rendah dan mempunyai daya saing yang tinggi.

PRODUK GAGAL

Tidak ada jaminan bahwa proses produksi yang dilakukan akan menghasilkan produk jadi seratus persen tanpa sedikit pun mengalami kekurangan. Sebagaimana kita ketahui dari produk gagal ini ada tiga macam kategori. Pertama produk gagal yang sama sekali tidak dapat diperbaiki dan tidak dapat digunakan. Kategori kedua produk gagal yang tidak diperbaiki tetapi dijual sebagai produk yang tidak lolos uji pabrik. Kategori ketiga produk gagal yang masih dapat diperbaiki sehingga menjadi produk normal.
Produk gagal yang tidak dapat diperbaiki dan tidak dapat digunakan jelas akan menjadi afval. Dengan demikian, segala macam biaya yang telah keluar untuk memproses produk tersebut menjadi sia-sia. Sedangkan produk gagal yang dijual sebagai produk yang tidak lolos uji pabrik tentu saja dijual dengan harga lebih rendah dari harga normal, sehingga perusahaan kehilangan sebagian atau seluruh keuntungan yang seharusnya dapat diperoleh. Hal ini tentu saja juga merupakan pengurangan nilai bagi perusahaan yang bersangkutan, sehingga sudah seharusnya dihindarkan oleh perusahaan tersebut. Produk gagal yang masih bisa diperbaiki dan dapat dijual sebagai produk normal tentu saja memerlukan biaya perbaikan (rework). Tambahan biaya ini tidak memberikan tambahan nilai dari penjualan normal. Dengan demikian, tambahan biaya ini juga termasuk afval. Karena itu dengan berbagai kemungkinan produk gagal yang ada tetap saja menghasilkan afval maka sejauh mungkin produk gagal ini dapat ditekan keberadaannya sampai dengan tingkat yang serendah mungkin.

PRODUKSI BERLEBIHAN

Agar perusahaan tidak mengalami over produksi, perusahaan perlu menyusun perencanaan produksi dengan baik. Berapa jumlah unit produk yang akan diproduksi sangat perlu untuk diperhitungkan dengan cermat. Jika terjadi kondisi over produksi maka produk yang telah dibuat dengan segala macam biaya yang melekat kepada produk tersebut tidak dapat terjual. Jumlah yang tidak terjual ini bisa sebagian kecil, bisa sebagian besar, bahkan dalam kondisi tertentu bisa jadi semua produk yang dihasilkan perusahaan. Boleh jadi produk dapat terjual namun dengan harga jual yang rendah. Artinya produk tersebut tidak mempunyai nilai seperti yang diharapkan. Kondisi over produksi jelas tidak menguntungkan perusahaan dan harus dihindari, jangan sampai terjadi di dalam perusahaan.

PERSEDIAAN BERLEBIH

Persediaan yang lebih besar dari kebutuhan sebenamya termasuk dalam kategori afval dan merupakan hal yang harus dihilangkan. Dari berbagai macam bentuk afval tersebut nyatalah bahwa konsep just in time tidak hanya berbicara tentang persediaan saja, melainkan banyak faktor yang memang tidak memberikan tambahan nilai bagi perusahaan. Sebenarnya banyak hal yang perlu dibenahi di dalam pelaksanaan konsep just in time selain masalah persediaan. Semua hal yang tidak menambah nilai bagi perusahaan sudah saatnya untuk ditiadakan dan tidak perlu dipertahankan dan dipelihara di dalam perusahaan. Kebijakan untuk mempertahankan keadaan, kondisi, atau kegiatan yang tidak memberikan nilai ini hanya akan memperbesar afval saja. Semakin besar afval, semakin kecil efisiensi proses produksi yang dilaksanakan, dan ini berarti semakin rendah daya saing perusahaan tersebut dalam menghadapi para kompetitor.
Pelaksanaan konsep just-in-time memerlukan beberapa prakondisi, di antaranya yang penting antara lain adalah perusahaan menggunakan pull system, perlu adanya kerja sama yang baik di antara mitra kerja perusahaan, dan perlu komunikasi yang baik di antara berbagai mitra kerja perusahaan tersebut. Jika hal-hal tersebut tidak ada atau tidak dapat disiapkan oleh perusahaan, lebih baik perusahaan kembali ke konsep yang lama dan tidak menggunakan konsep just in time. Penggunaan pull system dalam sistem produksi dan operasi di dalam sebuah perusahaan memerlukan persyaratan dan peralatan tertentu. Demikian pula dengan adanya kerja sama yang baik di antara mitra kerja perusahaan. Hal ini mudah diucapkan dan direncanakan tetapi belum tentu mudah untuk dilaksanakan. Jika komunikasi yang baik antar mitra kerja perusahaan ini tidak terlaksana maka akan terjadi miskomunikasi dan berakibat gagalnya sistem just-in-time yang diaplikasikan dalam perusahaan.
Perusahaan yang ingin mengaplikasikan sistem just-in-time perlu menggunakan pull system di dalam aliran bahan, barang dalam proses, dan barang jadi. Penggunaan sistem ini perlu persiapan yang benar-benar matang. Berbeda dengan push system yang pada umumnya digunakan oleh perusahaan yang belum mengaplikasikan sistem just-in-time. Pada perusahaan yang masih menerapkan push system, material yang diperlukan "dipompa" ke dalam perusahaan. Sebelum bahan tersebut digunakan untuk proses produksi, sejumlah bahan (berdasar perhitungan tertentu) telah didatangkan di perusahaan sehingga menjadi persediaan bahan. Dengan demikian, sebenarnya keberadaan persediaan ini adalah sebagai akibat dari datangnya bahan ke gudang perusahaan, padahal bahan tersebut belum akan diproses segera pada saat bahan tersebut datang. Bahan yang disimpan dalam bentuk persediaan bahan ini memang dipersiapkan perusahaan untuk input proses produksi selama beberapa waktu tertentu, bisa satu minggu, bisa pula satu bulan, tergantung kepada perencanaan persediaan bahan yang telah disusun di dalam perusahaan. Penyusunan perencanaan bahan ini tergantung kepada kelas bahan yang digunakan, dan masing-masing kelas akan berbeda. Sebagaimana halnya dengan pembahasan yang telah dilakukan terdahulu, persediaan bahan untuk kelas A, kelas B, dan kelas C, mempunyai kebijakan yang berbeda. Persediaan bahan ini memang diselenggarakan oleh perusahaan dengan tujuan yang cukup jelas, yaitu agar perusahaan mendapatkan kontinuitas input. Demikian pula dengan barang jadi yang merupakan output dari proses produksi yang dilaksanakan perusahaan.
Sejumlah produk diproduksi agar perusahaan mempunyai persiapan yang cukup apabila ada permintaan produk. Sebelum produk tersebut benar-benar terjual atau diambil oleh distributor maka produk ini akan menjadi persediaan produk akhir di perusahaan tersebut. Dengan demikian, sebenamya keberadaan persediaan bagi perusahaan yang menggunakan push system adalah untuk mendukung kesiapan perusahaan tersebut di dalam pelaksanaan operasional harian
sehingga tidak terjadi hambatan-hambatan operasional karena tidak adanya bahan baku yang akan diproses ataupun produk yang akan dijual oleh perusahaan.
Bagi perusahaan yang menyelenggarakan pull system kebijakan persediaan yang dilakukan berbeda dengan perusahaan yang menganut push system. Jika pada perusahaan dengan push system persediaan bahan dipersiapkan dan disimpan dalam gudang perusahaan sebelum persediaan bahan ini digunakan sebagai input dalam proses produksi maka tidak demikian dengan perusahaan yang menganut pull system. Pada perusahaan yang menganut sistem ini bahan yang didatangkan adalah sebatas yang diperlukan saja. Jadi, bahan yang didatangkan hari ini adalah sebatas kebutuhan bahan untuk proses pada hari ini. Demikian pula dengan sejumlah bahan yang diperlukan untuk proses produksi besok pagi, sejumlah bahan tersebut akan didatangkan besok pagi. Dengan kata lain, bahan baku bukannya "dipompa" ke perusahaan, melainkan "ditarik" sesuai dengan kebutuhan perusahaan pada saat itu. Dengan demikian, maka di dalam perusahaan tersebut tidak ada persediaan bahan di dalam gudang, apalagi sejumlah bahan yang diperlukan untuk beberapa hari produksi. Demikian pula dengan persediaan pengaman, perusahaan tidak menyelenggarakan persediaan pengaman sama sekali untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan.
Dengan adanya pengiriman bahan yang sekedar untuk mencukupi kebutuhan hari ini maka sudah dapat diduga bahwa perusahaan tidak mempunyai persediaan bahan, atau persediaan sama dengan nol. Keuntungan yang jelas dapat diperoleh dari penggunaan sistem ini adalah bahwa perusahaan tidak perlu untuk menyelenggarakan persediaan dengan segala hal yang terkait dengannya. Penyiapan gudang perusahaan, pengawasan bahan dalam gudang, segala biaya yang keluar karena adanya gudang persediaan bahan, dan lain sebagainya dapat dihilangkan keberadaannya dari perusahaan tersebut. Demikian pula dengan persediaan barang setengah jadi, kecuali yang tidak dapat dihindarkan karena sifat dari proses produksi yang
dilaksanakan, serta persediaan produk akhir, sejauh mungkin jumlahnya mendekati nol. Dana yang diperlukan untuk investasi dalam persediaan barang setengah jadi dan persediaan barang jadi serta biaya-biaya lain yang terkait dengan persediaan barang setengah jadi dan barang jadi dapat ditekan menjadi serendah-rendahnya. Dengan penggunaan sistem ini, akan diperoleh penghematan yang luar biasa yang didapat dari "hilangnya" persediaan di dalam perusahaan dan segala biaya yang terkait dengannya.
Dengan menggunakan pull system penghematan yang diperoleh perusahaan memang luar biasa. Namun demikian, kegagalan dalam penggunaan sistem ini juga merupakan ancaman yang serius di dalam pelaksanaan proses produksi. Oleh karena itu, di samping perencanaan yang cermat, kerja sama yang baik dengan mitra kerja perusahaan merupakan hal yang sangat penting dan perlu direalisasikan dengan baik. Untuk keperluan bahan baku, kerja sama antara perusahaan yang memerlukan dan perusahaan pemasok bahan harus dijalin dengan baik. Tanpa adanya kerja sama yang baik antara perusahaan yang memerlukan bahan dan perusahaan pemasok bahan, kelancaran pengiriman bahan harian akan menjadi terganggu. Keterlambatan pengiriman bahan satu hari saja akan mengakibatkan terganggunya proses produksi perusahaan yang bersangkutan. Jika perusahaan masih belum yakin bahwa pengiriman harian akan dapat terlaksana dengan baik, misalnya terdapat kemungkinan keterlambatan satu hari maka walaupun perusahaan menggunakan pull system, perusahaan
tersebut perlu mempunyai persediaan bahan untuk kebutuhan satu hari produksi. Kerja sama yang baik ini tidak hanya sebatas perusahaan dengan pemasok saja, melainkan dengan perusahaan-perusahaan yang lain yang menjadi mitra kerja perusahaan. Perusahaan distributor, penyedia energi, dan segala perusahaan yang lain yang berhubungan dengan proses produksi dan kegiatan operasional perusahaan yang lain perlu mempunyai kerja sama yang baik dengan perusahaan ini.
Bagi perusahaan yang menyelenggarakan persediaan dengan push system, perusahaan dapat memilih altematif kerja sama jangka pendek atau kerja sama jangka panjang guna pemenuhan kebutuhan bahan baku perusahaan. Jika perusahaan memilih kerja sama jangka pendek maka perusahaan ini akan melakukan kerja sama dengan banyak pemasok, namun setiap kali melakukan bisa saja berganti pemasok. Artinya, kerja sama dilakukan untuk satu kali pembelian. Jika perusahaan memilih kerja sama jangka panjang maka perusahaan akan menggunakan sedikit pemasok dan selalu membeli bahan hanya kepada beberapa pemasok ini apabila perusahaan melakukan pembelian untuk persediaan bahan.
Bagi perusahaan yang menggunakan pull system, jika menggunakan banyak pemasok justru akan menimbulkan kesulitan operasional. Perusahaan yang menggunakan sistem ini akan menggunakan satu atau beberapa pemasok saja, namun kontrak yang dilakukan adalah kontrak jangka panjang. Secara operasional, perusahaan tidak lagi membuat kontrak untuk setiap pengiriman bahan. Dengan satu kali kontrak kerja sama (misalnya kerja sama untuk satu tahun) maka perusahaan tinggal melaksanakan proses pengiriman bahan sesuai dengan jumlah dan skedul yang disepakati, atau disesuaikan dengan skedul produksi perusahaan yang memerlukan bahan tersebut. Dengan demikian, perusahaan dapat menerima bahan untuk input proses produksinya dalam jumlah dan waktu sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Jika hari ini diperlukan lebih banyak dari hari kemarin maka pengiriman bahan juga lebih banyak dari hari kemarin. Demikian pula apabila rencana produksi besok pagi ternyata memerlukan bahan lebih banyak maka bahan yang didatangkan besok pagi akan berjumlah lebih banyak dari pada hari ini.
Oleh karena kontrak kerja sama ini bukan untuk jangka pendek, perusahaan harus berhati-hati benar dalam melakukan pemilihan pemasok yang akan dijadikan mitra kerja perusahaan. Jika suatu perusahaan dapat menemukan dan menjalin kerja sama dengan perusahaan pemasok yang dapat melakukan pengiriman bahan sesuai dengan skedul produksi yang ada maka perusahaan ini dapat membebaskan diri dari penyelenggaraan persediaan. Dengan demikian, perusahaan dapat melakukan penghematan yang cukup besar dengan ditiadakannya persediaan bahan di dalam perusahaan tersebut. Hal yang perlu diperhatikan sekarang adalah bagaimana agar perusahaan pemasok dapat mengetahui dengan pasti skedul produksi yang disusun sehingga dapat memasok bahan sesuai dengan kebutuhan. Komunikasi pemesanan via surat saja sudah tidak dapat lagi untuk mendukung kegiatan ini. Pemesanan melalui telepon juga sudah tidak dapat digunakan lagi karena timbul kesulitan untuk mengirimkan informasi skedul produksi harian. Satu-satunya peralatan komunikasi yang dapat digunakan untuk kerja sama ini adalah dengan telekomunikasi melalui jejaring komputer yang disebut dengan ekstranet.
Kita mengenal internet, intranet, dan ekstranet. Sebagaimana diketahui, internet adalah jaringan komunikasi yang dapat digunakan secara bebas oleh siapa pun juga yang berminat. Dengan menggunakan internet, jarak tidak lagi menjadi persoalan dalam melakukan komunikasi. Segala pertukaran informasi dapat dilakukan dengan cepat, akurat, dan dengan biaya yang rendah. Dengan demikian, perusahaan ini dapat mengirimkan bahan atau komponen produk dengan jumlah dan waktu yang sesuai dengan kebutuhan produksi. Dengan menggunakan ekstranet, komunikasi dapat berlangsung secara kontinu, efektif, akurat, bahkan berlangsung otomatis. Perusahaan pemasok dapat selalu mengetahui bahan dan komponen yang harus dikirimkannya tanpa harus menunggu operator atau karyawan sekadar untuk berkomunikasi sebagaimana komunikasi yang dilakukan melalui telepon. Hal ini menjadi berbeda apabila jarak pemasok dan perusahaan yang memerlukan bahan cukup dekat dan bahan selalu tersedia setiap hari dengan mudah.

Dengan demikian, bagi perusahaan yang jarak pemasok cukup jauh dan belum menggunakan ekstranet, penggunaan model just in time masih mempunyai risiko yang tinggi. Sehingga perusahaan dengan kondisi seperti itu pada umumnya akan tetap menrilih sistem konvensional, yaitu dengan menggunakan sistem persediaan agar dapat mendukung kegiatan operasional dengan baik.

Daftar Pustaka :
- Hay, E. J. (1988). The Just-in-time breakthrough: Implementing the new manufacturing basics. New York: John Wiley & Sons.
- Neumann, B. R., & P. R. Jaouen. (0000). Kamban, ZIPS and cost accounting: A case study, Journal of Accountancy, Vol. 162, No.2: pp. 132-141.

0 Response to "METODE JUST IN TIME"

Posting Komentar

Pengikut