MEMAHAMI KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN

Memahami Kondisi Keuangan Perusahaan


Sebelum manajer keuangan mengambil keputusan keuangan, ia perlu memahami kondisi keuangan perusahaan. Untuk memahami kondisi keuangan perusahaan, diperlukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan. Ada dua laporan keuangan perusahaan yang pokok, yaitu Neraca dan Laporan Laba Rugi.

A. LAPORAN KEUANGAN YANG POKOK

Neraca. Neraca menunjukkan posisi kekayaan perusahaan, kewajiban keuangan dan modal sendiri perusahaan pada waktu tertentu. Kekayaan disajikan pada sisi aktiva, sedangkan kewajiban dan modal sendiri pada sisi
pasiva. Pada neraca kita lihat bahwa
Kekayaan = kewajiban + modal sendiri

Kebanyakan (tetapi tidak selalu) kekayaan perusahaan disajikan pada harga historis, dan apa yang tercantum pada neraca disebut sebagai nilai buku. Berikut ini disajikan contoh neraca PT "TSR" pada akhir tahun 19Xl dan 19X2.


Laporan Laba Rugi. Jenis laporan ini, sebagaimana namanya, menunjukkan laba atau rugi yang diperoleh perusahaan dalam periode waktu tertentu (misalnya satu tahun). Laba (atau rugi) = Penghasilan dari penjualan - biaya dan ongkos. Berikut ini disajikan laporan rugi lab a PT. TSR selama tahun 19X2.


Selama tahun 19X2 perusahaan berhasil memperoleh laba bersih setelah pajak sebesar Rp166 juta. Kalau pada neraca 31/12/19X2 laba yang ditahan meningkat sebesar Rp79 juta maka berarti bahwa laba yang diperoleh dibagikan sebagai dividen sebesar Rp 166 juta -  Rp 79 juta = Rp 87 juta.
Apakah dari laporan keuangan tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi dan prestasi keuangan perusahaan baik? Oleh karena sulitnya memahami laporan keuangan dalam bentuk aslinya maka kemudian ditempuh berbagai cara untuk melakukan analisis, salah satunya adalah dengan analisis rasio keuangan.

Analisis Rasio Keuangan

Untuk melakukan analisis rasio keuangan, diperlukan perhitungan rasio-rasio keuangan yang mencerminkan aspek-aspek tertentu. Rasio-rasio keuangan mungkin dihitung berdasarkan atas angka-angka yang ada dalam neraca saja, dalam laporan laba rugi saja atau pada neraca dan laba rugi. Setiap analis keuangan bisa saja merumuskan rasio tertentu yang dianggap mencerminkan aspek tertentu. Karena itu, pertanyaan pertama yang perlu dijawab adalah aspek-aspek apa yang akan dinilai. Aspek-aspek yang dinilai biasanya diklasifikasikan menjadi aspek leverage, aspek likuiditas, aspek profitabilitas dan efisiensi, serta rasio-rasio nilai pasar.
Rasio-rasio leverage. Rasio ini mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan utang. Beberapa analis menggunakan istilah rasio solvabilitas, yang berarti mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangannya. Beberapa rasio yang mungkin dipergunakan di antaranya berikut ini.
Rasio utang. Rasio utang mungkin dihitung berdasarkan atas utang jangka panjang (termasuk kewajiban membayar sewa guna atau leasing), mungkin juga seluruh utang. Rasionya dinyatakan sebagai berikut.

Debt to Equity Ratio. Rasio ini menunjukkan perbandingan antara utang dengan modal sendiri. Dinyatakan dalam rasio,


Kadang-kadang analisis juga menghitungnya dengan cara jumlah kewajiban dibagi jumlah kewajiban + modal sendiri. Apabila rasio ini yang dipergunakan maka
Rasio utang = 361/(361 +517) = 0,411

Perhatikan bahwa rasio ini menggunakan angka-angka yang ada dalam laporan laba rugi.

Times Interest Earned. Rasio ini mengukur seberapa banyak laba operasi (kadang juga ditambah dengan penyusutan) mampu membayar bunga utang. Dinyatakan dalam rumus,

Apabila penyusutan tidak dimasukkan maka
                Times interest earned = 300/56 = 5,36

Debt Service Coverage. Kewajiban finansial yang timbul karena menggunakan utang tidak hanya karena membayar bunga dan sewa guna (leasing). Ada juga kewajiban dalam bentuk pembayaran angsuran pokok pinjaman. Debt Service Coverage (DSC) dirumuskan:
Dalam hal ini t = tarif pajak penghasilan (income tax).
Misalkan angsuran pokok pinjaman per tahun yang harus dibayar perusahaan adalah Rp50 dan tarif pajak (=t) adalah 35% maka DSC PT. TSR adalah
DSC = (300+56)/[56+{50/(1-0,35)}] = 2,63

Rasio-rasio likuiditas. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek. Rasio-rasio yang mungkin dipergunakan adalah berikut ini.

Modal Kerja Netto dengan Total Aktiva. Aktiva lancar adalah aktiva yang diharapkan berubah menjadi kas dalam jangka waktu singkat (biasanya kurang dari satu tahun), sedangkan kewajiban lancar menunjukkan kewajiban yang harus dipenuhi dalam waktu dekat (biasanya juga kurang dari satu tahun). Perbedaan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar disebut sebagai modal kerja netto. Modal kerja netto menunjukkan secara kasar, potensi cadangan kas dari perusahaan. Rasio ini dinyatakan sebagai

Untuk PT. TSR, rasio ini (disingkat NWC-TA) untuk tahun 19x2 adalah,
NWC-TA = (328- 261)/878 = 0,076
Dengan demikian, kira-kira 7,6% dari total aktiva bisa diubah menjadi kas dalam waktu pendek setelah dipakai melunasi kewajiban jangka pendeknya.

Current ratio. Rasio ini mengukur seberapa jauh aktiva lancer perusahaan bisa dipakai untuk memenuhi kewajiban lancamya. Rasio ini dinyatakan sebagai
Untuk PT. TSR, rasio ini adalah
Current Ratio = 328/261 = 1,26

Quick atau Acid Test Ratio. Oleh karena persediaan merupakan rekening yang paling lama untuk berubah menjadi kas (yaitu harus melewati bentuk piutang terlebih dulu), dan tingkat kepastian nilainya rendah (harga persediaan mungkin tidak seperti yang dicantumkan dalam neraca, terutama untuk persediaan barang dalam proses) maka rekening persediaan mungkin dikeluarkan dari perhitungan. Dengan demikian, rasionya dinyatakan sebagai
Untuk PT. TSR, rasio ini adalah,
Quick Ratio = (328-112)/261 = 0,83

Rasio-rasio profitabilitas dan efisiensi. Rasio-rasio ini dimaksudkan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan (atau mungkin sekelompok aktiva perusahaan). Mungkin juga efisiensi ingin dikaitkan dengan penjualan yang berhasil diciptakan. Sebagai misal ada jenis perusahaan yang mengambil keuntungan relatif yang cukup tinggi dari setiap penjualan (misal penjualan meubel, perhiasan), tetapi ada pula yang keuntungan relatifnya cukup rendah (seperti barang-barang keperluan seharihari).

Rentabilitas Ekonomi. Rasio ini mengukur kemampuan aktiva perusahaan memperoleh laba dari operasi perusahaan. Oleh karena hasil operasi yang ingin diukur maka dipergunakan laba sebelum bunga dan pajak. Aktiva yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan memperoleh laba operasi adalah aktiva operasional. Kalau perusahaan mempunyai aktiva nonoperasional,
aktiva ini perlu dikeluarkan dari penghitungan. Masalah yang timbul dalam perhitungan rentabilitas ekonomi adalah apakah kita akan menggunakan aktiva perusahaan pada awal tahun, pada akhir tahun atau ratarata. Apabila dimungkinkan sebaiknya dipergunakan angka rata-rata. Rasio rentabilitas ekonomi dirumuskan sebagai



Untuk PT. TSR pada tahun 19X2,
Rentabilitas Ekonomi = [300/{(919 + 878)/2}] xlOO% = 33,4%

Perhatikan di sini kita menggunakan angka rata-rata, dan semua aktiva dimasukkan sebagai aktiva operasional. Hal ini disebabkan karena meskipun perusahaan terse but mempunyai rekening "sekuritas", rekening terse but bisa ditafsirkan bersifat temporer (yaitu hanya untuk memanfaatkan dana yang menganggur dalam waktu sementara) sehingga semua aktiva diklasifikasikan
sebagai aktiva operasional.

Rentabilitas Modal Sendiri atau Return on Equity. Rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri. Karena itu, dipergunakan angka laba setelah pajak. Angka modal sendiri juga sebaiknya dipergunakan angka rata-rata. Rasio ini dinyatakan sebagai berikut.
Untuk PT. TSR pada tahun 19X2,
Rentabilitas Modal Sendiri atau Return on Equity (ROE) = [ 166/ { ( 438 + 517)/2}] x 100% = 34,8%

Return On Investment. Return On Investment (ROI) menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Karena itu, dipergunakan angka laba setelah pajak dan (rata-rata) kekayaan perusahaan. Mengapa ada yang menggunakan ROI dan ada juga yang menggunakan Rentabilitas Ekonomi, akan dijelaskan nanti pada perbandingan antara Rentabilitas Ekonomi dan Return On Investment.
Rasio ROI dinyatakan sebagai,
Untuk PT. TSR, pada tahun 19X2
ROI = [166/{(919 + 878)/2}] x 100% = 18,5%

Profit Margin. Rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan operasional bisa diperoleh dari setiap rupiah penjualan. Karena itu, rasionya dinyatakan sebagai,


Bagi PT. TSR, profit margin selama tahun 19X2 adalah
Profit Margin = (300/2.200) x 100% = 13,6%

Perputaran Aktiva. Rasio ini mengukur seberapa ban yak penjualan bisa diciptakan dari setiap rupiah aktiva yang dimiliki. Karena itu, rasionya adalah Bagi PT. TSR, dalam tahun 19X2 rasionya adalah
Perhatikan bahwa, Perputaran aktiva bisa juga dicari dengan
Rentabilitas Ekonomi = Profit margin x perputaran aktiva

(Selisih yang terjadi hanya karena pembulatan)

Perputaran Piutang. Rasio ini mengukur seberapa cepat piutang dilunasi dalam satu tahun. Apabila perputaran piutang sebesar 4x maka berarti bahwa rata-rata piutang tersebut dilunasi dalam jangka waktu 360 hari/4 = 90 hari. Rasionya adalah,
Apabila kita asumsikan seluruh penjualan PT. TSR adalah penjualan kredit maka perputaran piutang PT. TSR adalah, 19 x
Perputaran Piutang = 2.200/ { (170 + 176)/2} = 12,7x

Ini berarti bahwa rata-rata periode pengumpulan piutangnya adalah,
Rata-rata periode pengumpulan piutang = 360 hari/12,7 = 28,3 hari

Perputaran Persediaan. Rasio ini mengukur berapa lama rata-rata barang berada di gudang. Pemikirannya adalah bahwa kenaikan persediaan disebabkan oleh peningkatan aktivitas atau karena perubahan kebijakan persediaan. Kalau terj adi kenaikan persediaan yang tidak proporsional dengan peningkatan aktivitas maka berarti terjadi pemborosan dalam pengelolaan persediaan. Rasionya dinyatakan sebagai berikut.
Untuk PT. TSR, rasio perputaran persediaannya 19x2 adalah
Perputaran persediaan = 1.500/( 117 + 112)/2. = 13,1

Ini berarti bahwa rata-rata barang berada di gudang selama 360 hari/13,1 = 27,5 hari

Rasio-rasio nilai pasar. Rasio-rasio ini menggunakan angka yang diperoleh dari laporan keuangan dan pasar modal. Beberapa rasio tersebut adalah:
Price Earnings Ratio. Rasio ini membandingkan antara harga saham (yang diperoleh dari pasar modal) dan laba per lembar saham yang diperoleh pemilik perusahaan (disajikan dalam laporan keuangan). Rasio ini dihitung dengan

Misalkan diketahui bahwa jumlah lembar saham yang beredar adalah 1.000.000 lembar saham. Dengan demikian maka Earnings Per Share (EPS) atau laba per lembar saham adalah Rp.166 juta/1 juta = Rp.166. Misalkan lebih lanjut bahwa harga saham PT. TSR di bursa adalah Rp1.000. Dengan demikian,
Price Earnings Ratio (PER) = 1.000/166 = 6x

Apabila pasar modal efisien maka rasio ini mencerminkan pertumbuhan laba perusahaan. Semakin tinggi rasio ini, semakin tinggi pertumbuhan laba yang diharapkan oleh pemodal.

Market to Book Value Ratio. Rasio ini dinyatakan sebagai,
Nilai buku modal sendiri dari PT TSR adalah Rp517 juta. Dengan jumlah lembar saham sebanyak 1.000.000 lembar maka nilai buku per saham adalah Rp517. Dengan demikian,
Market to Book ratio = 1.000/517 = 1,93

Rasio ini menunjukkan bahwa nilai perusahaan melebihi 93% dari apa yang telah dan sedang ditanamkan oleh pemilik perusahaan. Semakin tinggi rasio ini, semakin besar tambahan wealth yang dinikmati oleh pemilik perusahaan.

B. BAGAIMANA MENGGUNAKAN RASIO-RASIO KEUANGAN

Pada umumnya digunakan dua cara untuk menafsirkan rasio-rasio keuangan. Dengan menggunakan asumsi bahwa metode akuntansi yang dipergunakan oleh perusahaan konsisten dari waktu ke waktu, dan sama dengan yang dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan lain (kalau ternyata berbeda maka analis keuangan perlu melakukan penyesuaian) maka rasio-rasio
keuangan yang dihitung bisa ditafsirkan dengan:
1.       membandingkan dengan rasio-rasio keuangan perusahaan di masa yang lalu;
2.       membandingkan dengan rasio-rasio keuangan perusahaan-perusahaan lain dalam satu industri.

Cara kedua relatif lebih baik karena bisa mengetahui kedudukan relative perusahaan kita dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain. Apakah kita berada di atas rata-rata, di bawah rata-rata atau termasuk rata-rata. Sayangnya ada kecenderungan untuk menjadi makin sulit mengelompokkan perusahaan ke dalam satu industri yang sama karena banyak perusahaan yang
tidak hanya menjalankan satu jenis bisnis saja.
Cara lain yang mungkin ditempuh adalah dengan membandingkan rasio-rasio keuangan dengan kebijakan yang diambil perusahaan. Beberapa rasio keuangan bisa dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan seperti dalam hal, penjualan kredit dan persediaan. Misalkan perusahaan mengambil kebijakan kredit menjual secara kredit dengan jangka waktu 3 bulan. Dengan demikian, periode rata-rata pengumpulan piutang seharusnya juga akan sekitar 90 hari atau perputaran piutang sebanyak 4x dalam satu tahun. Perusahaan mungkin juga merumuskan kebijakan persediaan barang jadi sebesar 1 bulan penjualan. Apabila kebijakan dirumuskan seperti itu maka perputaran persediaan barang jadi akan berkisar 12x dalam satu tahun. Sayangnya tidak semua jenis rasio bisa dibandingkan dengan kebijakan keuangan sehingga penggunaan perbandingan dengan rasio tahun lalu dan/atau industri lebih sering dipergunakan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa perbandingan dengan suatu angka tertentu yang diberlakukan secara umum (misalnya current ratio harus minimal 200%) merupakan cara yang tidak benar. Dari berbagai penelitian diketemukan bahwa ada perbedaan rasio antar-industri dan antarnegara (Foster, 1986).

C. ANALISIS KEUANGAN SISTEM DU PONT DAN ANALISIS RENTABILITAS EKONOMI

Dua sistem analisis keuangan yang menggunakan rasio keuangan, yaitu sistem Du Pont dan Rentabilitas Ekonomi, perlu kita pahami persamaan dan perbedaannya karena keduanya sering dipakai (dan kadang-kadang ditafsirkan sama). Analisis sistem DuPont menghitung Return On Investment (ROI) yang didefinisikan sebagai (Laba Setelah Pajak/Total Aktiva). Sedangkan Rentabilitas Ekonomi didefinisikan sebagai (Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aktiva). Meskipun pembaginya sama, pembilangnya (yaitu yang dibagi tidak sama). Kedua rasio ini sering terkacaukan karena keduanya juga bisa dinyatakan sebagai perkalian an tara suatu rasio keuangan dengan rasio keuangan yang lain.

ROI = Net Profit Margin x Perputaran Aktiva
Dalam hal ini Net Profit Margin adalah (Laba Setelah Pajak/Penjualan). Perputaran Aktiva adalah (Penjualan/Total Aktiva), sedangkan

Rent. Ek. = Profit Margin x Perputaran Aktiva

Dalam hal ini, Profit Margin adalah (Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Penjualan).
Perhatikan di sini bahwa sekali lagi, ROI memusatkan pada laba setelah pajak, sedangkan rentabilitas ekonomi pad a lab a operasi (yaitu lab a sebelum bunga dan pajak). Kalau kita gunakan data PT. TSR, kita akan memperoleh bahwa,
ROI = 7,5% x 2,45 = 18,5%
sedangkan
Rentabilitas Ekonomi = 13,6% x 2,45 = 33,4%

Setelah kita mengetahui perbedaannya, yang lebih penting lagi adalah memahami manfaat kedua tipe analisis tersebut. Analisis keuangan Du Pont menunjukkan keterkaitan rentabilitas modal sendiri (return on equity, ROE), ROI, dan rasio utang (yaitu utang/aktiva). Apabila perusahaan memperoleh ROI yang sama maka perusahaan yang menggunakan rasio utang yang lebih tinggi akan menghasilkan ROE yang lebih tinggi. Bagi pemilik modal sendiri, ROE ini yang akan menjadi perhatian. Marilah kita perhatikan contoh berikut ini.
PT. TSR mempunyai ROI = 18,5% dan rasio utang = 0,417. Kita melihat bahwa ROE = 34,8%. ROE juga bisa dinyatakan dalam rumus,


Dengan melihat pada persamaan tersebut maka bisa dimengerti bahwa apabila ROI konstan maka ROE akan meningkat apabila rasio utangnya meningkat. Dalam contoh ini berarti bahwa,
ROE = 18,5%/(1 - 0,47) = 34,8%

Perhatikan bahwa dalam perhitungan tersebut kita menggunakan angka rata-rata, baik untuk modal sendiri maupun aktiva. Kalau kita hitung maka rata-rata aktiva adalah Rp 897 juta, rata-rata modal sendiri adalah Rp 4 77 juta. Dengan demikian maka rata-rata rasio utang adalah 0,47.
Analisis rentabilitas ekonomi menekankan pada kemungkinan penggunaan utang. Analisis ini menyatakan bahwa utang bisa dipergunakan kalau tingkat bunga utang tersebut lebih kecil dari rentabilitas ekonomi yang mungkin diperoleh karena penggunaan utang tersebut. Misalkan perusahaan memerlukan tambahan dana Rp 100 juta, dan diperkirakan memberikan rentabilitas ekonomi sebesar 20%. Kalau keperluan dana terse but dibiayai dari pinjaman, dan bunga pinjaman sebesar lebih dari 20% maka penggunaan
utang tersebut tidak akan mampu dibayar dari hasil operasi penggunaan dana tersebut.

D. PENGGUNAAN DATA KEUANGAN DARI LAPORAN KEUANGAN
Analisis keuangan menggunakan data dari laporan keuangan yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi. Karena itu, kita perlu memahami prinsip-prinsip tersebut, seperti bahwa perusahaan mungkin saja menggunakan metode costing yang berbeda dan tidak melanggar prinsip akuntansi. Perusahaan bisa mencatat, misalnya persediaan berdasarkan atas metode first in first out, tetapi bisa juga last in first out. Perusahaan bisa juga mengkapitalisir suatu pengeluaran riset dan pengembangan (sehingga dicatat di Neraca dan disusut setiap tahun), tetapi bisa juga membebankan semua biaya riset dan pengembangan pada tahun tertentu. Keduanya tidak melanggar prinsip akuntansi. Karena itulah, analis keuangan perlu memahami kemungkinan-kemungkinan ini sewaktu melakukan perbandingan.
Masalah yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh inflasi pada laporan keuangan. Dalam keadaan tingkat inflasi mencapai hanya 4-5% per tahun, penggunaan historical costs mungkin tidak terlalu menimbulkan distorsi pad a laporan keuangan. Tetapi apabila tingkat inflasi cukup tinggi (misalnya sudah mencapai double digits), inflasi akan menimbulkan dis torsi pada laporan keuangan. Ada rekening-rekening yang cenderung overstated, understated, tetapi ada juga yang tidak terpengaruh. Hal yang menjadi masalah adalah kalau kita menghitung rasio keuangan dan salah satu rekening (mungkin pembilang atau penyebutnya terpengaruh oleh inflasi). Sebagai misal, aktiva lancar akan understated, sedangkan kewajiban lancer tidak dipengaruhi oleh inflasi. Dengan demikian, perhitungan current ratio akan menjadi understated.


Daftar Pustaka :
- Brigham, Eugene F., and Houston, Joel F. 2013. Essentials of Financial Management, Cengage Learning.
- Husnan, Suad, dan Pudjiastuti, Enny. 2015. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. UPP STIM YKPN.

1 Response to "MEMAHAMI KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN"

Pengikut